Tulisan Sok Tahu Tentang Kampanye Pilpres

Disclaimer: Bukan pakar politik, komunikasi politik atau apapun. Tulisan ini cuma hasil pengamatan saya terhadap kampanye yang berlangsung di social media, terutama twitter.

Berdasarkan hasil survey jumlah suara untuk Capres #1 Prabowo/Hatta Rajasa mulai mengejar jumlah suara dari Capres #2 Joko Widodo/Jusuf Kalla. Sementara saya tidak bisa memastikan validitas hasil survey-survey tersebut, ada beberapa hal yang saya rasa patut menjadi catatan.

Pertama, jumlah suara yang memilih Capres #1 meningkat sementara jumlah suara Capres #2 antara stagnan atau malah berkurang. Kedua, lepas dari persepsi siapa yang memenangkan Debat Capres yang sudah berlangsung 3 kali, Capres #1 diuntungkan dalam perolehan suara, karena sementara Capres #2 mampu konsisten dengan citra yang dibangun selama ini, Capres #1 jauh lebih berhasil menegasikan citra yg sudah terbentuk selama ini sehingga berhasil menangguk lebih banyak suara baru.

Dari kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang saya soroti mengenai kampanye #Capres #2 di Social Media:

1. Perebutan suara sesungguhnya ada di dunia nyata. Bagaimanapun jumlah mereka yang menggunakan social media di Indonesia jauh lebih kecil daripada jumlah total pemilih. Apapun argumen yang disampaikan di social media tidak akan optimal kalau tidak dibawa ke dunia nyata dengan cara yang efektif. *catatan: dilihat dari perspektif ini, sekalipun Tabloid Obor Rakyat itu merupakan “blunder” namun secara efektif bisa mempengaruhi opini publik secara efektif dengan biaya yang murah. Mungkin merupakan tindakan yang kriminal, namun toh sanksi yang dijatuhkan akan ringan karena bagaimanapun hal ini tidak akan mempengaruhi citra Capres #1.

2. Kedua, harus disadari target kampanye apapun yang dilakukan adalah para swing voter, bukan mereka yang sudah menentukan pilihan. Karena itu lebih krusial untuk memahami apa yang diharapkan para swing voter ini ketimbang melayani adu debat kusir untuk merubah opini dari mereka yang sudah menentukan pilihan.

3. Ketiga, terkait masalah pencitraan, citra yang terbentuk di masyarakat terhadap Capres #2 adalah “Orang Baik”, akibatnya ketika pendukung Capres #2 ini melakukan blunder seperti dalam kasus gambar yang disebarkan Wimar atau issue hoax dukungan Palestina, imbas negatif terhadap persepsi publik akan jauh lebih besar daripada ketika blunder yang sama dilakukan oleh pendukung Capres #1. Karena ketika Capres #1 melakukan blunder, bagi swing voter hal tersebut lebih mudah dimaklumi terkait citra yang sudah terbentuk terhadap Capres #1 ini.

4. Keempat, ketika ada pertanyaan besar diajukan terhadap Capres #2, harus segera diformulasikan respon yang baik dan benar terhadap pertanyaan tersebut, dan kemudian dirumuskan cara menyampaikan respon tersebut secara efisien ke publik. Jangan mengandaikan publik akan tahu/sadar dengan sendirinya atau menganggap remeh pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagai contoh, sampai hari ini belum ada respon yang baik dan benar yang dikomunikasikan dengan baik terhadap pertanyaan/asumsi Capres #2 yang dianggap gagal menunaikan amanat karena beberapa kali meninggalkan jabatannya. Respon yang benar ada, namun respon tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik sehingga masih banyak orang yang menolak mendukung Capres #2 karena alasan tersebut.

5. Kelima, jangan pernah lupa, fokus sasaran dari semua kampanye ini adalah untuk jangka pendek yaitu untuk memenangkan Pemilihan Presiden 2014. Semua bentuk kampanye yang dilakukan harus diarahkan untuk tujuan ini. Sementara mengangkat terus menerus issue pelanggaran HAM yang dilakukan Capres #1 bukan issue yang salah untuk diangkat, namun hal ini tidak banyak mempengaruhi jumlah dukungan baru dari swing voter seharusnya menjadi sasaran kampanye. Bahkan bisa menjadi blunder karena diantara pendukung Capres #2 juga ada mereka yang juga pelaku pelanggaran HAM. Pelajari karakter dari para swing voter, dan fokuskan tema-tema kampanye ke issue-issue tersebut.

Pada saat Capres #2 dideklarasikan, sebenarnya kubu Capres #2 ini sudah memiliki banyak keunggulan. Sayangnya, keunggulan tersebut belum dapat dimanfaatkan untuk meraih dukungan yang lebih besar. Dan lebih disayangkan lagi, kampanye yang dilaksanakan selama ini bahkan sampai tataran tertentu gagal mempertahankan basis dukungan yang sudah ada.

Namun demikian masih ada waktu untuk memperbaikinya, dan belum terlambat untuk meraih dukungan untuk memenangkan Pemilihan Presiden 2014.


About this entry